Selasa, 29 Maret 2016

Mari Belajar Disiplin Dari Negeri Sakura



Mari Belajar Disiplin Dari Negeri Sakura
Oleh: Wiwin Apriliani
Konsep disiplin sebenarnya merupakan bagian dari konsep waktu dan kerja, hiburan dan istirahat, serta konsep perorangan. Tingkatan kedisiplinan tergantung pada tingkat kedisiplinan masyarakat sekitar juga. Bangsa jepang dengan kedisiplinannya mengenal semangat bushido yang telah diterapkan beratus tahun yang lalu oleh masyarakat jepang.
Dunia tau, jepang adalah salah satu Negara maju di Asia yang identik dengan kedisiplinan dan juga budaya kerja yang baik. Dalam sejarah kita tau, setelah kekalahan yang diterima pada perang duni II, Hiroshima dan  Nagasaki luluh lantak. Perekonomian Jepang mengalami kehancuran. Jepang pun melakukan berbagai perubahan secara besar-besaran dan bekerja dengan sangat keras. Hasil jerih payah tersebut mengantarkan mereka berhasil menjadi ‘Macan Asia’ serta menjadi Negara dengan perekonomian terbaik di dunia tentu semua itu tak luput dari etos kerja yang bagus dan penanaman konsep moral secara ketat.
Disiplin dan etos kerja yang tinggi menjadi pondasi bagi kemajuan Negara sakura ini, tentu ini budaya yang patut kita adopsi jika kita ingin menjadi Macan Asia bersanding dengan Naga Asia yang telah lebih dulu bangkit. Pondasi-pondasi itulah kemudian diwujudnyatakan menjadi lima semangat dalam bekerja. Lima semangat itu adalah semangat Bushido, disiplin Samurai, budaya Keisan, prinsip Kei Zen dan prinsip Keiretsu-Zaibatsu.
1.      Semagat Bushido
Bushodo, Bu yang berarti beladiri, shi yang berarti samurai atau orang dan Do yang berrti jalan atau cara, yang secara harfiah dapat diartikan dapat diartikan menjadi tatacara atau perilaku kesatria adalah sebuah kode etik kepahlawanan golongan samurai dalam tatanan feodalisme jepang.
Bushido mengajarkan tentang kesetiaan, etika, sopan santun, tata karma, disiplin, kerelaan berkorban, kerja keras, kebersihan, hemat,kesabaran, ketajaman berpikir, kesederhanaan, kesehatan jasmani dan rohani. (suraja dalam Beasley,2003:xx)
Nilai lain yang diajarkan dalam ajaran Bushido adalah tentang bagaimana kita bersikap total, total dalam mengabdi, dalam kesetiaan, dalam segala hal dalam menjalani kehidupan. Merasakan hidup yang sebenarnya dalamhembusan napas yang kita hirup. Karena banyak dari kita yang hidup sia-sia dengan tidak menikmati hidup dengan  kemalasan yang kita lakukan. Bahkan setiap napas yang kita hirup harus kita nikmati karena setiap detik yang kita jalani harus dijalani dengan penuh kesungguhan. Sehingga apa pun yang kita lakukan harus sungguh-sungguh karena orang yang berhasil diluar sana adalah mereka yang menenggelamkan diri mereka ke dalam bidang yang mereka tekuni. Hidup TOTAL berarti anda hidup menuju kesuksesan.
2.      Disiplin Samurai
Prinsip disiplin samurai mengajarkan kita untuk tidak mudah menyerah. Para samurai akan melakukan hara-kiri (Bunuh diri) dengan menusukkan pedang ke perut jika kalah bertarung. Hal ini memperlihatkan usaha merekauntuk menebus harga diri yang hilang akibat kekalahan dalam perang. Kini prinsip disiplin samurai masih tertanam dengan kuat dalam sanubari masyarakat jepang, namun hal ini digunakan untuk membangun sector ekonomi, menjaga harga diri, dan kehormatan bangsa secara teguh. Semangat ini telah menciptakan bangsa jepang menjadi bangsa yang tak mudah menyerah karena sumber daya alamnya yang sangat minim juga tak menyerah alam berbagai bencana besar terutama gempa dan tsunami yang terjadi beberapa tahun silam.
3.      Budaya Keishan
Keishan artinya kreatuf, inovatif, dan produktif. Prinsip ini menuntut orang Jepang untuk tidak perna takut dalam berkarya, serta tidak takut erbeda. Oleh sebab itu banyak sekali kita jumpai budaya Jepang yang unik, menarik dan kreatif, hingga di tiru dari berbagai belahan dunia.
4.      Prinsip Kai Zen
Kai Zen diambil dari kata Kai yang artinya terus menerus, berkesinambungan dan Zen yang artinya perubahan  menjadi lebih baik. Kai Zen sekarang diartikan sebagai PDCA, yaitu Planning, Doing, Checking, and Action. Prinsip PDCA di adopsi dari industri Jepang. Proses inilah yang membuat Jepang dengan produk yang berkualitas. Prinsipnya adalah selalu mengkoreksi den memperbaiki agar berkembang menjadi lebih baik. Saat ada suatu kendala maka mereka akan selalu terpokus pada solusinya.
5.      Prinsip Keiretsu-Zaibatsu.
Keiretsu-Zaibatsu adalah usaha yang dilakukan secara turun temurun. Meskipun diturunkan dari generasi ke generasi, kualitas produk yang dihasilkan selalu menjadi prioritas nomor satu. Mereka tiada hentinya berinovasi mengikuti perkembangan teknologi yang semakin pesat.
Lima hal diatas merupakan semangat dan kesuksesan yang dipelajari bangsa lain. Tentu kita sebagai negara kaya yang memiliki sumber daya manusia yang melimpah serta sumber daya manusia yang banyak bangsa Indonesia dapat mencontoh hal-hal baik seperti yang dilakukan oleh Negara jepang. Bukan tidak mungkin apabila bangsa kita telah mampu mengelola baik sumber daya manusia, peningkatan sumber daya manusia mutlak di perlukan, memperbaiki dan membentuk karakter bangsa yang mulai memudar, tentu  bukan hal yang sulit untuk mengikuti jejak bangsa Jepang.
Prinsip kedisiplinan jibun no isiki yang berarti memiliki hak yang sama namun kesadaran diri yang membedakannya.
Semoga bermanfaat!!
Referensi:
3.       


Selasa, 22 Maret 2016

Orang Tua Adalah Pendidik Formal Dalam Kehidupan Sosial



Orang Tua Adalah Pendidik Formal Dalam Kehidupan Sosial
Oleh: Wiwin Apriliani
Orang tua adalah guru pertama dan utama. Peranan orangtua dalam kehidupan keluarga, khususnya dalam kaitan dengan anak-anak tidak hanya sebatas melahirkan, memberikan makan dan menyediakan tempat tinggal tetapi juga menyedikan pendidikan yang baik/memadai baik pendidikan yang bersifat formal/sekolah maupun nonformal seperti penanaman nilai-nilai luhur, kebiasaan-kebiasaan baik, warisan dari budaya masa lalu, penanaman nilai keagamaan, serta nilai-nilai lainnya yang membantu anak-anak untuk tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang utuh dan berkualitas (bertumbuh secara manusiawi maupun rohani).
Dalam suatu tatanan rumah tangga yang terdiri dari orang tua dan anak, orang tua memiliki posisi yang strategis dalam pendidikan anaknya, karena sejak anak dilahirkan dari kandungan ibunya lebih banyak berada di lingkungan keluarga, mereka bergaul dan berkumpul dalam suasana penuh kasih saying.
Kehadiran anak dalam keluarga, menambah hangatnya iklim rumah tangga, keceriaaan, kegembiraan, serta kebahagiaan tersendiri bersama anak memiliki arti tersendiri.
Ketika seseorang anak mulai tumbuh beranjak remaja, muncul kekhawatiran pada benak sebagian besar para orang tua. Kekhawatiran akan akan masa depan anak membuat sebagian orang tua mendidik anak-anak mereka mulai mendidik anak-anak sedini mungkin. Namun kadang para orang tua tidak sadar atau bahkan melakukan kesalahan, kesalahan-kealahan ini yang tidak disadari orang tua ini jelas akan membuat anak-anak memberontak.
Dengan semakin bertambah kemampuaan nak, sebagian orang tua pasti sangat menyenangkan. Namun jika melihat bertambahnya aktivitas, kemampua, kreativitas, dengan kacamata negative, tentu orang tua akan beranggapan kalau anak tersebut nakal, tidak bias diam, susah diatur, dan sebagainya. Padahal disatu sisi , sebagai orang tua mencita-citakan agar anaknya bertanggung jawab dan mandiri. Kesalahan kecil dalam mendidik anak bisa berakibat pada kebiasaan, kepribadian dan karakter anak itu sendiri.
Oleh karena itu pentingnya peranan orang tua dalam mengasuh anak tentu bukanlah hal yang sepele lagi, keluarga memberikan pendidikan pertama bagi anak. Sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil oleh orang tua, dengan kata lain sifat anak merupakan cerminan perilaku atau didikan orang tua. Namun terkadang orang tua cendrung tidak mengetahu peran mereka sebagai orang tua. Padahal keluarga merupakan persekutuan hidup pada lingkungan keluarga tempat ia menjadi diri pribadi.
Adapun cara orangtua dalam menjalankan fungsi dan peranan dalam mendidik anak yaitu, tyang paling utama memberikan pengalaman pertama pada masa kanak-kanak. Lembaga pendidikan keluarga memberikan pengalaman pertama yang merupakn factor penting dalam perkembangan pribadi anak. Mengingat orang tua adalah orang yang dewasa, maka merekalah yang bertanggung jawab menjaga eksistensi anak untuk menjadikan kelak sebagai pribadi, tetapi juga memberikan pendidikan anak sebagai individu yang tumbuh dan berkemabng, karena anak dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya, penuh ketergantungan dengan orang tua, tidak mampu berbuat apa-apa. Jadi peran orang tua disini mejadi penolong utama anak, memberikan contoh seta teladan bagi anak-anak mereka. Yang kedua, menjamin kehidupan emosional anak, yaitu menjamin rasacinta dan kasih saying antara orang tua dan anak, untuk itu, kehidupan emosional anak dan kebutuhan rasa cinta dan kasih sayangi dapat di penuhi dengan baik. Selanjutnya menanamkan dasar pendidikan moral, karena keluarga merupakan penanam nilai moral dasar  pada anak. Memberikan, dasar pendidkan social, dimana di dalam keluarga basis penting dalam meletakkan dasar-dasar pendidikan moral, sebab pada dasarnya kelurga merupakn lembga resmi social pada anak dapat dipupuk sedini mungkin. Serta peletak dasar-dasar keagamaan, untuk meresepkan dasar-dasar hidup beragama, anak-anak seharusnya sedini mungkin ikut dalam kegiatan keagamaan. Hal ini Sangat berpengaruh, karena anak langsung mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan agama. Namun apabial orang tua sejak dini tidak mengajarkan agama kepada anak makasetelah dewasa mereka tidak akan ikut serta dan tidak memiliki perhatian lebih terhadap agama yang masing-masing dianutnya.
Disini, peran oaring tua tidak hanya membantu secara teknikal, menyelesaikan soal dari sekolah tetapi juga membangun psokologi anak. Dengan dampak yang dihasilkan oleh pendidikan yang melibatkan orang tua, maka petingnya orang tua dalam mendidik anak-anak tidak bias diabaikan lagi, bahkan mungkin orang tua perlu pendidikan tambahan untuk hal ini. Ayah, ibu, mari sempatkan waktu membantu anak kita belajar demi masa depan mereka, karena pendidikan dan agama merupakan warisan terbesar bagi diri mereka.
Sumber:


Masyarakat Daerah Tambang: Cita-Cita Ku Bekerja Ditambang Emas?



Masyarakat Daerah Tambang: Cita-Cita Ku Bekerja Ditambang Emas?
Oleh: Wiwin Apriliani
Lingkar tambang merupakan kawasan/daerah di sekitar tambang yang sangat merasakan adanya dampak dari pertambangan itu sendiri baik secara ekonomi, social, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Newmont Nusa Tenggara (NNT), merupakan sebuah perusahaan tambang di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) Indonesia.  Tambang batu hijau terletak di sebelah barat barat daya pulau Sumbawa, di kecamatan sekongkang. Newmont menandatangi kontrak pada tahun 1986 dengan pemerintah Republik Indonesia dan selanjutnya mulai beroperasi secara penuh pada tahun 2000. Produk hasil tambang ini berupa konsentrat tembaga, emas, tembaga, dan perak.
Visi dari Newmont sendiri yaitu “Menjadi Perusahaan Tambang Yang Paling Dihargai Dan Dihormati Melalui Pencapain Kinerja Terdepan Dalam Industry Tambang”. Dengan itu Newmont mencoba mewudkan dengan membangun perusahaan secara berkelanjutan dan berkesinambungan. Hal ini tentu untuk mencapai laba tertinggi bagi pemegang saham. Menjadi terdepan dalam keselamatan kerja, perlindungan lingkungan serta tanggung jawab sosial bagi masyarakat, khususnya masyarakat daerah lingkar tambang.
Tak dipungkiri lagi,  bagi masyarakat daerah lingkar tambang, bekerja di tambang menjadi suatu cita-cita besar, baik mereka yang hanya tamatan SMA ataupun mereka yang telah lulus di  bangku kuliah. Tak heran karena bagi masyarakat lingkar tambang bekerja di tambang menjadi kebanggaan tersendiri. Sebagian besar anak-anak sekolah jika ditanya cita-cita, mereka ingin bekerja di Newmont. Hal tersebut juga diakui oleh pihak Newmont Nusa Tenggara serta kepala desa kemuning, Kec. Sekongkang yang wilayahnya terdekatpun tidak memungkiri hal tersebut.
Bagi masyarakat di sekitar area tambang , menjadi pekerja tambang merupakan hal yang biasa. Pendapatan yang besar, serta tunjangan-tunjangan lain yang menggiurkan, seperti menghipnotis siapa saja ingin bekerja di sana.  Apalagi jika perusaan tambang tersebut sejak awal memberikan prioritas bagi pekerja lokal yang professional untuk bekerja didalamnya. Namun, besarnya keinginan orang untuk bekerja di perusahaan tambang tersebut dianggap menjadi salah satu penghambat pengembangan masyarakat lingkar tambang. Ambisi dan pola pikir yang mengangap tambang sebai satu-satunya tujuan masa depan membuat potensi masyarakat , terutama anak-anak “mentok”. Sehingga mereka beranggapan apapun yang dikerjakan yang penting bekerja di tambang. Begitulah kira-kira yang selama ini terjadi, Tak pelak lulusan sarjana-sarjana berbondong-bondong bekerja ditambang. Cukup banyak dari mereka bekerja yang sama sekali berbeda dengan jurusan perkuliahan yang mereka ambil. Berbagai pertimbangan dikemukakan sebagai alasan  menerima pekerjaan yang tidak sesuai dengan jurusan. Seperti ingin mendapatkan pengalaman baru, adapun yang beralasan lebih baik bekerja dari pada mengaganggur. Lebih mirisnya mereka sebagian  lulusan SMA juga ikut berbondong-bondong untuk ikut bekerja, dimana seharusnya ada cita-cita yang tergantung dipundak mereka. Cita-cita yang dulu zaman Sekolah dasar, seperti merangkak hilang. Yang punya kesempatan mengejam bangku kuliah, merasa enggan dan malas melanjutkan. Mereka memilih bekerja, bekerja apa saja. Sungguh masa-masa emas itu mereka memilih untuk bekerja. Semiskin itu kah warga tambang emas? Sehingga mereka lebih memilih bekerja? Tak ada harapan baru kah? Angin segar yang mampu memotifasi anak-anak dan remaja, yang mengharuskan mereka mengenyam pendidikan yang layak, serta menikmati kehidupan seemas tanah emas.
Pertanyaan besarnya sekarang mau kemana? Okey ekonomi bertumbuh setelah kehadiran Newmont, masyarakat jauh lebih sejahtera dibandingkan sebelum kehadiran perusahaan. Tapi NNT tidak selamanya berada di KSB, bukan? Bagimana jika NNT menutup operasinya karena penggalian sudah selesai? Haruskah masyarakat KSB atau mereka yang selama ini bergantung ekonomi pada perusahaan harus pula berhenti hajat hidupnya?
Pemuda-pemuda desa khususnya para sarjana yang telah mengeyam bangku kuliah, yang bahkan telah jauh-jauh menyeberangi pulau untuk mengeyam pendidikan yang layak yang kiranya pulang membawa ilmu yang bermanfaat, di universitas atau perguruan tinggi inilah seseorang mahasiswa belajar mengasah otak, berpikir, memecahkan masalah tanpa masalah,belajar mandiri, sabar, ikhlas, dan melatih keterampilan yang mereka miliki. Jadi tidak heran ketika mereka pulang ke daerah asal mereka telah membawa ilmu yang semestinya mampu mereka manfaatkan didalam masayarakat.
Tak ada yang melarang memang bagi mereka yang ingin beralih profesi namun ada baiknya mereka merubah pola pikir bahwa kesejahteraan dan kenyamanan tak hanya mereka dapatkan dari perusahaan tambang yang berdomisi di tempat mereka.
Pola pikir sebagai kaum terpelajar seharusnya mengantar mereka pada pemikiran yang lebih luas, mengangangat harkat martabat daerah, atau berinisiatif menciptakan peluang-peluang baru yang dapat mereka jadikan sumber pendapatan serta menyediakan peluang kerja bagi masyarakat lokal. Ini jelas lebih bermanfaat ketimbang berangan-angan hidup nyaman tapi memikirkan kehidupan jauh kedepan. Merubah pola pikir anak-anak dan pemuda desa jelas bukan hal yang mudah, terlebih pemikiran hidup nyaman dengan bekerja di Newmont telah tertanam jauh-jauh hari. Mereka yang telah berhasil bekerja diperusahaan besar itu, merasa mereka telah berhasil. Karena memang penghasilan utama masyarakat daerah tambang adalah bekerja di perusahaan eNewmont atau PT dan CV yang telah bekrja sama dengan perusahaan tambang tersebut. Meskipun begitu ada harapan besar masyarakat yang seharusnya
Saya berharap peusahaan Newmont Nusa Tenggara tetap bekerja sama dengan pemerintah daerah, menempatkan diri sebagai pemimpin yang bukan memberi tahu semua orang apa yang harus dilakukan, tetap lebih kepada menunjukan potensi-potensi yang terdapat dalam diri mereka apa yang bisa dikembangkan. Tidak selalu bertindak sebagai pemberi materi tapi juga menyediakan sumber daya yang membangun motivasi. Kalau masyarakat sudah mengetahui dengan baik bahwa suatu saat NNT akan menyelesaikan operasinya, bila saatnya tiba mereka sudah tahu apa yang harus dilakukan. Bila kita punya mimpi dan cita-cita, pastikan mimpi itu besar. Akan tetapi percuma saja bila tidak berusaha merealisasikan, so begin it!!
Sumber:


Selasa, 15 Maret 2016

Murahnya Agama Bagi Partai Politik



Murahnya Agama Bagi Partai Politik
Oleh: Wiwin Apriliani
Sering kali kita mendengar diskusi publik yang tidak konstruktif ketika  berbincang di wilayah antara politik dengan agama dan dakwah. Hal ini telah berlangsung lama. Sehingga  paradigma ini terus berlangsung sekian lama hingga lahirnya partai-partai politik yang mengusung jargon dan misi dakwah dalam praktik perpolitikan. Kembali wacana partai dakwah seiring keseriusan segolongan yang tak mau politik bahwa dakwah akhirnya menjadi korban politik.
 Menjelang pemilu Jakarta 2016, Warga DKI Jakarta akan merayakan pesta demokrasi, dimana setiap warga memiliki jagoan masing-masing. Yang membuat menarik adalah mendaftarnya kembali Gubernur  Basuki Cahya Purnama yang biasa dipanggil Ahok yang beragama non muslim. Masih segar diingatan ketika tahun 2012 dulu ia mendaftar sebagai calon Gubernur DKI Jakarta, yang berpasangan dengan Joko Widodo yang kini telah menjadi orang nomor satu di Indonesia.
Yap, pada masa pilgub DKI, pendukung lawan kerap mengklaim bahwa beliau adalah orang yang beriman sekaligus menuding persaingan sebagi kafir, laknatullah, musuh islam, antek iblis, dan sebaginya.
Menyedihkan memang tapi itulah kira-kira yang menonjol pada pilgub tahun 2012 silam. Tidak kalah menyedihkan, kampanye itu dilakukan oleh orang-orang yang kesehariannya islami, berbau surga, dan dilakukan oleh sekelompok itu juga.
Seperti inilah yang tersebar di internet,
“Tanamkan kepada semua yang mendaftar maupun yang sporadic, bahwasannya: kemenangan itu bukan hanya di dunia tetapi diakhiratpun ada kemenangan walaupun kemenangan itu dalam konteks yang berbeda, yakni kemenangan langsung dari Allah SWT yang diperuntukan bagi orang-orang yang beriman.
Berikikut adakah janji Allah SWT yang tertulisdalam kitabnya yang terpelihara;
Namun apa yang terjadi? mereka kalah!! Secara logika apakah Allah telah menghianti orang-orang yang beriman, apakah isi Al-qur’an dan hadist salah?

Karuan saja banyak yang tertawa dengan hasil pemilu yang tidak sesuai dengan yang tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an, termasuk saya sendiri. Jelas saya tidak menertawakan Al-Qur’an tidak menyalahkan agama tapi orang-orang culun yang menjual ayat-ayat Al-Qur’an dengan begitu murahnya.
Kini masa-masa itu terulang kembali dimana orang-orang yang berintelektual tinggi menyertakan ayat-ayat dan hadis untuk menyingkirkan lawannya. Mereka mulai berkoar dengan ayat dan hadist, masalahnya mereka yang kerap mengidentifikasikan agamanya berada dalam posisi menyerang maka ayat-ayat suci pun mereka gunakan untuk meyerang. Termasuk cara-cara yang dilarang oleh agama.
Tidak dipungkiri, hiruk piruk pemilu menjadikan sebagaian seperti kalap dan kehilangan pertimbangan rasionalnya, dan jelas tidak tanggung-tanggung terjadi dikalangan pimpinan agama, yang mengedepankan aspek sentimental diatas pertimbangan rasionalitas. Dalam beberapa minggu ini sudah ada beberapa orang atau kelompok yang mengeluarkan statemen atau tepatnya fatwa mengharamkan bagi umat islam khususnya untuk memilih calon-calon yang kebetulan telah dipresepsikan calon tersebut akan dipilih oleh umat islam, maka seolah-olah kalau memilih calon pasangan lain melanggar hokum islam  alias haram.
Ulama-ulama yang mengeluarkan fatwa tersebut kiranya kurang jeli bahwa proses-proses politik adalah proses tarik ulur berdasarkan kepentingan masing-masing. Kalau pertimbangan ini murni sudah jelas tidak akan  ada partai-partai yang mengatas namakan  kepentingan agama. Padahal jelas idiologi Negara Indonesia sendiri adalah idiologi pancasila yang mengedepankan pancasila, menjunjung harkat martabat pancasila. Dalam alinea ke lima telah jelas di katakana bahwa  “Keadilan sosial bagi selruh rakyat Indonesia” ini artinya dimana setiap orang yang berkewarganegaraan Indonesia berhak menjadi pemimpin dan di pimpin, dimana tidak ada jurang pemisah antara warga dari agama, suku, ras dan budaya dalam memimpin bangsa Indonesia.
Murahnya mengeluarkan dalil-dalil atau fatwah-fatwah seperti ini rentan menjadikan agama sebagai alat kepentingan tertentu, termasuk kepentingan politik. Dan kalau ini terjadi maka agama telah terjatuh ke lembah yang paling rendah, menjadi alat yang mohon maaf jangan-jangan diperjual-belikan untuk kepentingan tertentu.
Kiranya orang-orang yang memiliki kepentingan lain, baiknya tidak menjual, mengotori dan merusak nama agama tertentu. Karena ini jelas menjadi citra yang buruk bagi agama tersebut. Agama adalah suatu yang sakral tidak pantas disandangkan dengan politik yang jelas-jelas memiliki kepentingan lain diluar konteks agama. Karena tidak ada arogansi yang paling besar dan berbahayadari arogansi keagamaan.


Sumber: